Apa ada istilah “orang tua durhaka”? Sebutan ini
terkesan ekstrim. Tetapi, apa istilah yang tepat untuk menggambarkan sikap
orang tua yang membuang anaknya di bak sampah? Apalagi gara-garanya karena anak yang lahir kondisinya
cacat fisik?.
Pengasuh Yayasan Sayap Ibu, Bapak Sunaryo
berkisah. Beberapa kali pintu rumahnya diketok “tamu” pada malam hari. Begitu
pintu dibuka di luar tidak ada
siapa-siapa. Ia hanya menemukan kardus yang ditinggal. Setelah dibuka ternyata berisi
orok yang baru dilahirkan. Kondisinya cacat. Mereka “titip” tanpa menampakkan
siapa orang tua orok itu yang sebenarnya.
Kejadian seperti itu bukan hanya sekali atau dua
kali. Sudah belasan kali, bahkan lebih. Yang jelas anak yang diasuh sekarang
ada 24. Dan, rata-rata cara “titipnya” misterius. Orang tuanya tidak mau
menampakkan batang hidungnya, ujarnya.
Saat menjadi pembicara di UMM, dia mengajak
anak asuhnya yang sudah dewasa, berumur 24 tahun. Putri Herlina namanya. Dia
dulu –ketika masih orok—dia ditinggal di rumah sakit, tanpa tahu siapa orang
tuanya. Sampai sekarang tidak ada yang mau mengaku sebagai orang tua Putri
Herlina, ujarnya.
Putri lahir tanpa dua tangan. Tetapi otaknya
cerdas. Ketika anak ini waktunya masuk TK, dia didaftarkan ke sejumlah TK. Tapi
semua menolak, karena tidak punya dua tangan. Semua TK menolak karena saya cacat.
Alhamdulillah ada TK milik Aisyiyah mau menerima, ujar Putri mengenang. Kemudian
melanjutkan ke SD Muhammadiyah, ke MTs Negeri dan terakhir ke SMA Muhammadiyah.
“Saya senang di sekolah Muhammadiyah karena pelajaran agamanya baik dan
anak-anaknya mau menerima siswa seperti saya.”
Ketika Bapak Drs. H.
Nurcholis Huda M.Si bertanya, apa pernah
ada yang menghina? Dia menjawab dengan tenang: ada! Yaitu ketika di bangku SD.
Maklum namanya anak ya begitu itu. Kalau ada yang mencaci, saya curhatnya ke
ibu pengasuh. “Ibu memotivasi saya agar tetap sabar.” Putri yang kini menjadi
resepsionis di Yayasan tempat dirinya dibesarkan mengaku tidak senang kalau dirinya
terlalu dikasihani secara berlebihan. Apalagi kalau diperlakukan lebih dibanding
siswa yang lain. “Saya tidak ingin gara-gara diperlakukan lebih oleh guru, lantas
ada kecemburuan dari teman-teman,” ujarnya.
Ketika masih duduk di bangku sekolah, Putri
yang bercita-cita ingin menjadi penyanyi itu mengikuti semua kegiatan ekstra kurikuler
kecuali jika ekstra kurikuler itu menggunakan tangan seperti voley ball,
basket, pimpong, dll. Saya ikut olah raga lari, ujarnya memberi contoh.
Motivator
Kecewakah Putri atas takdir Allah itu? Tidak.
Dia tegar. Sorot matanya tenang, tidak gelisah apalagi minder meski harus
bicara di forum regional, tampak tenang. Selain Putri lihai ngetik di Laptop
dan pandai masak, dia juga pandai berpidato dan memberi motivasi kepada orang
yang sehat. Para doktor, profesor yang hadir pada acara itu banyak yang tak
kuasa menahan air mata, haru dan salut atas ketegaran jiwa anak ini.
Allah juga memberi fisik yang cacat kepada pemuda
yang kini berumur 27
tahun bernama Nick Vujicic. Ia dilahirkan tanpa lengan dan tungkai. Meski begitu dia tidak ingin
menyesali hidupnya. Dia pandai berenang, main musik, dan melakukan berbagai
kegiatan sosial. Sebagai motivator ulung tingkat dunia, dia menerbitkan buku
yang diberi judul,
“Life Without Limits”. Walau tanpa
tangan dan tungkai Aku
Bisa menakhlukkan dunia.
Menakhlukkan dunia? Iya. Menjadi motivator. Ia keliling ke berbagai negara untuk
memberi motivasi agar manusia hidup
tegar, optimis, dan menjadi “juara” tanpa peduli badan invalid. Kalau Nick yang
cacat fisik bisa menakhlukkan jutaan orang, apalagi kita yang tubuhnya normal. Kalau tidak bisa berarti kalah
dengan Nick.
Tidak pantas kalau kita yang sehat fisik bermalas-malasan. Dia berpesan,
“Kalau engkau tidak mendapat mukjizat jadilah engkau mukjizat. Sebuah pesan yang sangat dalam. Itulah
sejumlah nama hamba Tuhan yang dikaruniai fisik cacat namun mereka pandai
menghargai kekurangan dirinya. Malah, mampu mengubah kekurangan menjadi
kelebihan. Bagaimana dengan kita? (*)
0 komentar:
Posting Komentar