Ada
pernyataan menarik dari Ali bin Abi Tholib ra. Menurut Si “Gudang ilmu” ini ada bedanya antara ilmu dengan harta. Harta, jika diberikan kepada orang lain, semakin
berkurang lalu habis. Sedang ilmu jika diberikan orang lain, semakin bertambah,
Ilmu
tidak seperti uang, cepat pindah tangan. Ilmu, tidak seperti uang, nilainya
naik turun. Ilmu beda dengan pangkat dibatasi masa jabatan. Ilmu selalu terjaga sehingga orang yang kaya
ilmu akan tinggi derajatnya baik di hadapan sesama manusia maupun di hahadapan
Tuhan.
Allah
mengangkat orang beriman dan berilmu "satu derajat.” Semakin dalam ilmu
seseorang semakin tinggi derajat orang itu. Perlakuan seperti itu belum tentu
ditujukan pada pemilik harta. Ada perlakuan terhadap orang kaya ilmu dengan kaya
harta. Jika kaya ilmu, orang semakin hormat. Terhadap orang kaya harta, banyak
yang bertanya, “Dari mana hartanya didapat.”
Maka
orang alim –kaya ilmu-- seperti guru, kyai, tengku, tuan guru, dsb berkesan di
mata santri dan muridnya. Orang berilmu mengukir hati mereka. Transfer ilmu
yang dilakukan tanpa kenal lelah memantulkan pengakuan sekaligus kekaguman.
Dari sana ilmu menjaga pemiliknya.
Sementara terhadap harta, pemiliknya sibuk
menjaganya. Beruntung
orang yang rajin memberikan ilmu kepada orang lain. Mereka ‘kaya jiwa’. Dan
setiap bangsa begitu menaruh hormat kepada para guru kehidupan ini.
Manisnya Madu
Sering kali teori tidak sejalan dengan praktek. Dalam banyak hal, teori tidak dijumpai
dalam alam realita. Maka, jangan selalu mengandalkan teori. Orang yang terlalu
bergentung pada teori, menjadikan dia mengedepankan “katanya” bukan pengalaman
yang “sebenarnya.”
Pengalaman
adalah guru yang paling baik. Dengan pengalaman, seseorang tidak terperosok
dalam lubang yang sama dua kali. Ketika berjalan, dia tidak mendongak ke atas
agar kakinya tidak terperosok kedalam jebakan kehidupan yang mematikan.
Coba
dulu sebelum membeli. Prinsip ini ada baiknya juga. Mengetahui apa dan
bagaimana yang sebenarnya menyebabkan seseorang lebih hati-hati dalam
menentukan pilihan dan sikpa hidup. Begitu pilihan jatuh pada yang terbaik, dia
tanpa ragu melaksanakannya. Pengalaman seperti ini “guru” yang baik.
Oliver
Goldmith mengingatkan, kemenangan terbesar bukan karena kita tidak pernah jatuh
namun karena bangkit setiap kali kita jatuh. Dengan pengalaman itu, maka
lezatnya kehidupan bisa dinikmati. Pahit getirnya hidup merupakan ‘bumbu‘
penyedap bagi seseorang.
Itu
yang mendorong Thomas Edison terus mencoba setelah kegagalan demi kegagalan
dialaminya. “Kegagalan hanya menekan saya maju dengan pemecahan lebih banyak.”
Bill Clinton mengatakan, “Tidak ada jaminan kesuksesan, namun bagi yang tidak
mencobanya adalah jaminan kegagalan.” ***
0 komentar:
Posting Komentar