Hidup ini berada di antara dua kemungkinan: tersenyum atau menangis. Hal itu dapat kita saksikan di
mana-mana, dan kita pasti pernah mengalami.
Kita terperangah menyaksikan keajaiban peristiwa. Ada pesawat jatuh, seluruh penumpang meninggal
kecuali anak kecil selamat. Siapa yang “melindungi” anak tsb? Yang jelas, ada
tangan “gaib” yang Maha Melindungi.
Di Amerika, terjadi kecelakaan hebat. Sebuah mobil jatuh, masuk jurang cukup dalam. Ibu yang nyetir meninggal. Anak balitanya segar bugar. Balita tadi
hidup berhari-hari di dekat jenazah ibunya yang membusuk. Dia tidak tahu harus berbuat apa kecuali menangis
karena lapar dan haus.
Di tempat lain, di negeri kita. Ada anak balita berumur enam bulan
perutnya terus membesar. Setelah diperiksa dokter, diketahui dia hamil. Subhanallah. Kata dokter, janin tersebut
calon kembarannya. Tetapi karena masuk ke rahim balita sejak kandungan,
kembaran tadi menjadi janin. Agar selamat, dokter melakukan operasi cesar.
Ada lagi! Seorang wanita–maaf—akalnya tidak sehat, tiba-tiba diketahui hamil dan akhirnya melahirkan. Ada seorang
pria tidak normal yang selalu menyertai. Orang mengira dialah suaminya. Akalnya tak sempurna, tapi nafsunya tetap “jalan”
seperti orang normal.
Melihat peristiwa ini otak manusia tidak
mampu menembus rahasia di balik keganjilannya. Bagi Allah, itu tidak
aneh. Setiap kejadian sudah dalam perencanaanNya. Hanya kemampuan pikiran manusialah
yang terbatas sehingga tak mampu mencari jawabnya.
Orang beriman melihat kenyataan tersebut selain menghela
nafas dalam-dalam, lisannya mengatakan: Subhanallah.
Maha suci Allah, tidak ada yang kurang sedikitpun. Semua itu memberi signal
bahwa di balik kejadian itu ada rahasia mendalam tentang kekuasaan Allah Swt.
Apa saja yang dimaui Allah, pasti terjadi. Bagi Allah cukup dengan
‘kun’ (jadilah), maka jadi. Mungkin manusia menganggap berat, tetapi bagi Allah
tidak sulit. It’s very easy, mudah.
Misalnya, Allah menghancurkan suatu kaum karena kufur. Mudah. Umat
terdahulu, seperti umat Nabi Luth, Nabi Nuh, dan nabi yang lain, semua
berantakan diazab. Ini sebagai ibrah alias pelajaran bagi kaum setelahnya.
Bagi Allah tidak susah mengubah orang kaya menjadi miskin dalam
hitungan detik, atau menit. Mungkin lewat serangan penyakit, kebakaran, perampokan,
dsb. Atau, sebaliknya mengubah orang miskin menjadi kaya mendadak. Lihat anak
tukang becak Ferry, berkat ikut Akademi Fantasi Indonesiar (AFI) menjadi kaya
raya. Bupati Zainal Arifin, di daerah Feery memberi 4 ha lahan kelapa sawit
siap panen, hadiah mobil dari panitia, dan hadiah lain yang cukup besar, Di
sekitar kita masih banyak contoh lain.
Kita yang awam ini, sama sekali tidak tahu apa rencana Allah pada diri dan keluarga
kita. Dengan sadar kita akui, kita buta untuk melihat masa depan. Jangankan
masa depan dalam hitungan tahun untuk kejadian dalam waktu satu jam ke
depan saja kita tidak tahu. Tugas kita hanyalah tiga hal saja: memperbanyak doa, ikhtiar dan tawakkal kepada Allah.
Karena kita “buta” melihat masa depan, yang baik adalah melihat perjalanan
hidup. Tengok masa lalu, apa yang kita lakukan. Setiap orang pasti
menghamparkan “sajadah kehidupan” berwarna putih, tanpa dosa. Itu awal turun ke
dunia.
Tetapi, seiring perjalanan waktu, kita sering terjebak dengan perilaku
tak terpuji sehingga sajadah putih berubah warna, penuh bercak, bahkan jadi
hitam. Ketika kita mengetahui kondisi itu, secepatnya mendongak ke atas: mohon
ampun. Berjanji tidak mengulangi.
Usai demikian, tengok ke depan, apa yang akan kita lakukan.
Mengulang kesalahan, atau membasuh kaki bersih-bersih untuk melangkah ke
sajadah kehidupan agar tetap bersih?. Tekad membersihkan diri, melahirkan perilaku
terpuji. Orang seperti ini hatinya selalu “dekat” dengan Allah.
Kalau langkah kita tiba-tiba berubah
menjadi “liar” menuju dosa, segeralah kembali, lari menuju Allah. Menengok ke depan
berarti menabung amal kebajikan agar nanti bisa dipetik panen dengan gembira. Orang yang demikian nanti tersenyum disaat orang lain menangis. Dan
selama di dunia, dia selalu menangis disaat orang lain tertawa. Bisakah kita? (*)
0 komentar:
Posting Komentar